new.png

Tentang Pengadilan

page

Tentang Pengadilan

Berisi tentang Visi & Misi, Profil Pengadilan, Role Model & Agen Perubahan, Profil Pegawai & Hakim, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Sistem Pengelolaan Pengadilan, Prosedur Berperkara, Layanan Bagi Penyandang Disabilitas, Serta Tata Tertib Persidangan

Survei

Standar Pelayanan

E-Court

Direktori Putusan

Info Perkara

Laporan Kinerja

Tentang Pengadilan || Profil Satker

Permohonan Informasi Prosedur Biasa

on .

Prosedur Biasa digunakan dalam hal :

  1. Permohonan disampaikan secara tidak langsung, baik melalui surat atau media elektronik;
  2. Informasi yang diminta bervolume besar.
  3. Informasi yang diminta belum tersedia, atau
  4. Informasi yang diminta adalah informasi yang tidak secara tegas termasuk dalam katergori informasi yang harus diumumkan atau informasi yang secara tegas dinyatakan sebagai informasi yang rahasia sehingga harus mendapat ijin dan diputuskan oleh PPID.

Pelayanan informasi dengan menggunakan prosedur biasa dilakukan sesuai dengan skema alur dalam gambar berikut

  1. Pemohon mengisi formulir permohonan informasi yang disediakan pengadilan dan memberikan salinannya kepada pemohon (Formulir dapat didownload disini)
  2. Petugas informasi mengisi Register Permohonan.
  3. Petugas informasi langsung meneruskan formulir permohonan kepada penanggung jawab informasi di unit/satuan kerja terkait, apabila informasi yang diminta tidak termasuk informasi yang aksesnya membutuhkan ijin dari PPID.
  4. Petugas informasi langsung menerukan formulir permohonan kepada PPID apabila informasi yang diminta termasuk informasi yang aksesnya membutuhkan ijin dari PPID guna dilakukan uji konsekuensi.
  5. PPID melakukan uji konsekuensi berdasarkan pasal 17 Undang-Uundang keterbukaan informasi Publik terhadap permohonan yang disampaikan.
  6. Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak menerima permohonan, PPID menyampaikan pembertahuan tertulis kepada petugas informasi, dalam hal permohonan ditolak.
  7. Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak menerima permohonan, PPID meminta penanggung jawab informasi di unit/satuan kerja terkait untuk mencari dan memperkirakan biaya penggandaan dan waktu yang diperlukan untuk menggandakan informasi yang diminta dan menuliskannya dalam Pemberitahuan tertulis PPID Model B dalam waktu selama-lamanya 3 (tiga) hari kerja serta menyerahkannya kembali kepada PPID untuk ditandatangani, dalam hal permohonan diterima.
  8. Petugas informasi menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud butir 6 atau butir 7 kepada pemohon informasi selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja sejak pemberitahuan diterima.
  9. Petugas infomasi memberikan kesempatan bagi pemohon apabila ingin melihat terlebih dahulu informasi yang diminta, sebelum memutuskan untuk menggandakan atau tudak informasi tersebut.
  10. Dalam hal pemohon memutuskan untuk memperoleh fotokopi informasi tersebut, pemohon membayar biaya perolehan informasi kepada petugas infomrasi dan petugas informasi memberikan tanda terima.
  11. Dalam hal informasi yang diminta tersedia dalam dokumen elektronik (softcopy), petugas informasi pada hari yang sama mengirimkan informasi tersebut ke email pemohon ata menyimpan informasi tersebut ke alat penyimpan dokumen elektronik yang disediakan oleh pemohon tanpa memungut biaya.
  12. Petugas informasi menggandakan (fotokopi) informasi yang diminta dan memberikan informasi tersebut kepada pemohon sesuai dengan waktu yang termuat dalam pemberitahuan tertulis atau selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sejak pemohon membayar biaya perolehan informasi.
  13. Pengadilan dapat memperpanjang waktu sebagaimana dimaksud butir 12 selama 1 (satu) hari kerja jika informasi yang diminta bervolume besar.
  14. Untuk pengadilan di wilayah tertentu yang memiliki keterbatasan untuk mengakses sarana fotokopi, jangka waktu sebagaiman dimaksud dalam butir 12, dapat diperpanjang selama paling lama 3 (tiga) hari kerja.
  15. Setelah memberikan fotokopi informasi, petugas informasi meminta pemohon menandatangani kolom penerimaan informasi dalam register permohonan.

Tata Tertib Persidangan

on .

  1. Setiap pengunjung yang masuk ke Pengadilan harus melalui 1 (satu) akses dan mengisi buku tamu, serta menukarkan kartu identitas dengan kartu pengunjung
  2. Setiap orang dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda apa pun yang dapat membahayakan keamanan sidang, kecuali aparatur keamanan yang bertugas
  3. Setiap orang yang bertindak menjadi saksi dan/atau pihak dalam persidangan wajib menitipkan senjata kepada Ketua Majelis Hakim atau petugas yang ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim setelah amunisinya dikeluarkan
  4. Satuan pengamanan dapat mengadakan penggeledahan badan tanpa surat perintah untuk memastikan dan menjamin bahwa kehadiran setiap orang di Pengadilan tidak membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang.
  5. Setiap orang yang hadir dalam ruang sidang wajib menunjukkan sikap hormat kepada Pengadilan
  6. Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan
  7. Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual tidak dapat dilakukan dalam persidangan tertutup untuk umum
  8. Pengunjung sidang dilarang berbicara satu sama lain, makan, minum, merokok, membaca koran, tidur dan/atau melakukan perbuatan yang dapat mengganggu jalannya persidangan dan mengurangi kewibawaan persidangan
  9. Setiap orang yang hadir dalam ruang sidang dilarang menggunakan telepon seluler untuk melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dan tidak mengaktifkan nada dering/suara telepon seluler selama persidangan berlangsung
  10. Setiap orang dilarang membuat kegaduhan, bersorak sorai dan/atau bertepuk tangan baik di dalam maupun di luar ruangan sidang yang dapat mengganggu jalannya persidangan
  11. Pengunjung sidang dilarang mengeluarkan ucapan dan/atau sikap yang menunjukkan dukungan atau keberatan atas keterangan yang diberikan oleh para pihak, saksi dan/atau ahli selama persidangan
  12. Setiap orang dilarang keluar masuk ruang sidang untuk alasan yang tidak perlu dan dapat mengganggu jalannya persidangan
  13. Setiap orang dilarang membawa dan/atau menempelkan pengumuman/spanduk/tulisan atau brosur dalam bentuk apa pun di lingkungan pengadilan tanpa ada izin tertulis dari ketua/kepala Pengadilan
  14. Setiap orang yang hadir di ruang sidang harus mengenakan pakaian yang sopan dan pantas, serta menggunakan alas kaki tertutup dengan memperhatikan kearifan lokal
  15. Setiap orang dilarang merusak dan/atau mengganggu fungsi sarana, prasarana dan/atau perlengkapan persidangan
  16. Setiap orang dilarang menghina hakim/majelis hakim, aparatur Pengadilan, para pihak, saksi dan/atau ahli
  17. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat mencederai dan/atau membahayakan keselamatan hakim/majelis hakim, aparatur Pengadilan, penuntut umum/oditur militer, penasihat hukum/kuasa hukum, satuan pengamanan pengadilan, pihak berperkara, saksi, ahli dan/atau pendamping
  18. Anak yang belum berumur 17 (tujuh belas) tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang, kecuali diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
  19. Setiap orang yang hadir di ruang sidang yang bersikap tidak sesuai dengan martabat Pengadilan dan tidak mematuhi tata tertib dapat dikeluarkan dari ruang sidang setelah diberi peringatan terlebih dahulu oleh Hakim/Ketua Majelis Hakim
  20. Setiap orang yang keluar atau masuk ruang sidang pada saat sidang berlangsung, diwajibkan memberi hormat kepada Hakim/Mejelis Hakim dengan menganggukkan kepala dan/atau mengangkat tangan

Sarana dan Prasarana Disabilitas

on .

Pengadilan Negeri Pagaralam menyediakan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas berdasarkan kondisi penyandang disabilitas. Sarana dan Prasarana disediakan untuk penyandang disabilitas dengan hambatan

A. PENGLIHATAN

  1. Komputer yang digunakan sebagai media informasi pada ruang PTSP dilengkapi dengan aplikasi pembaca layer/audio
  2. Halaman website yang mudah dibaca oleh penyandang disabilitas (dengan menggunakan screen reader dan sejenisnya)
  3. Dokumen tercetak dengan huruf braile
  4. Media komunikasi audio seperti audio book atau screen reader

B. PENDENGARAN

  1. Papan informasi visual
  2. Alat bantu dengar
  3. Media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya
  4. Alat peraga

C. WICARA

  1. Papan informasi visual
  2. Media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya
  3. Alat peraga

D. KOMUNIKASI

  1. Papan informasi visual
  2. Media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya
  3. Alat peraga

E. MOBILITAS

  1. Kursi roda
  2. Tempat tidur beroda
  3. Alat bantu mobilitas lain sesuai dengan kebutuhan

F. MENGINGAT DAN KONSENTRASI

  1. Gambar
  2. Maket
  3. Boneka
  4. Kalender
  5. Alat peraga lain

G. INTELEKTUAL

  1. Obat-obatan sesuai rekomendasi penilaian personal oleh dokter dan tenaga ahli lainnya;
  2. Fasilitas kesehatan dalam hal ini pengadilan menyediakan satu ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk membantu mengobati atau merawat pengguna layanan yang sedang sakit saat berada dalam lingkungan pengadilan.
  3. Fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan antara lain ruang untuk menenangkan penyandang disabilitas jika mengalami tantrum (Ledakan Emosi)

H. PERILAKU DAN EMOSI

  1. Obat-obatan sesuai rekomendasi penilaian personal oleh dokter dan tenaga ahli lainnya;
  2. Fasilitas kesehatan dalam hal ini pengadilan menyediakan satu raugan yang digunakan sebagai tempat untuk membantu mengobati atau merawat pengguna layanan yang sedang sakit saat berada dalam lingkungan pengadilan atau ruangan yang nyaman dan tidak bising
  3. Ruangan yang nyaman
  4. Fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan antara lain ruang untuk menenangkan penyandang disabilitas jika mengalami tantrum (Ledakan Emosi)

I. MENGURUS DIRI SENDIRI

  1. Obat-obatan
  2. Ruang ganti/ruang kesehatan yang mudah diakses
  3. Keperluan lain sesuai dengan kebutuhan

 

Selain hal diatas, Pengadilan Negeri Pagaralam juga menyediakan sarana & prasarana berupa

  1. Ruang sidang inklusi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas bagi penyandang disabilitas yang akan beracara di pengadilan, dan dapat dipergunakan untuk persidangan lainnya
    1. Terletak di lantai 1 atau lain yang dilengkapi dengan fasilitas lift sehingga mudah diakses oleh penyandang disabilitas
    2. Dilengkapi dengan fasilitas teleconference
    3. Jalur menuju ruang sidang dilengkapi dengan guiding block dan warning block
    4. Dilengkapi dengan ramp menuju ruang sidang
    5. Dilengkapi dengan handrail/pegangan rambat pada sisi kanan dan kiri ruangan dengan ketinggian 70 Cm
    6. Lebar akses pintu masuk ke dalam ruang sidang minimal 90 Cm
    7. Tempat penyimpanan yang memuat sarana yang dibutuhkan bagi penyandang disabilitas
  2. Lahan parkir penyandang disabilitas diletakan pada jalur terdekat dengan pintu masuk/Gedung dan diberikan symbol tanda parkir penyandang disabilitas
  3. Selasar ramah penyandang disabilitas dengan lebar minimal 150 cm yang cukup untuk dilewati oleh kursi roda atau 2 orang saat berpapasan
  4. Akses pintu masuk ke dalam Gedung pengadilan yang dapat dilalui oleh penyandang disabilitas dengan lebar 90 Cm
  5. Pada setiap ruang tunggu dilengkapi dengan kursi tunggu khusus penyandang disabilitas
  6. Toilet khusus penyandang disabilitas harus dilengkapi dengan pintu geser dan pegangan rambat untuk memudahkan pengguna kursi roda berpindah posisi dari kursi roda ke toilet ataupun sebaliknya serta adanya panic buton dalam hal penyandang disabilitas memerlukan pertolongan
  7. Toilet disabilitas disediakan tidak jauh dari area PTSP maupun ruang sidang ramah penyandang disabilitas
  8. Jalur pedestrian lebar 140 cm dilengkapi dengan guiding block dan warning block yang dapat mengarahkan disabilitas netra untuk memasuki Gedung pengadilan
  9. Guiding block bermotif garis dan menggunakan warna kontras seperti kuning, jingga atau warna lainnya sehingga mudah dikenali oleh penyandang gangguan penglihatan
  10. Warning block bermotif bulat dan menggunakan warna kontras seperti kuning, jingga atau warna lainnya sehingga mudah dikenali oleh penyandang gangguan penglihatan
  11. Tangga dengan kemiringan tidak lebih dari 35 derajat serta lebar anak tangga minimal 30 CM dengan ketinggian anak tangga maksimal 15 cm
  12. Tangga dilengkapi dengan handrail, untuk anak tangga menggunakan material yang tidak licin dan pada bagian tepinya diberi material anti slip
  13. Ramp/bidang landau di dalam bangunan Gedung maksimal memiliki 6 derajat
  14. Rambu/papan petunjuk yang informatif dan mudah dikenali oleh setiap pengguna dan pengunjung pengadilan
  15. Pojok bermain anak yang ramah dan aman bagi penyandang disabilitas

Prosedur Bagi Pelayanan Disabilitas

on .

Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Pengadilan Negeri Pagaralam berkomitmen memberikan akses terhadap keadilan yang merupakan hak dasar bagi setiap manusia termasuk juga bagi penyandang disabilitas. Adapun prosedur pelayanan bagi peyandang disabilitas antara lain sebagai berikut :

  1. Pengadilan melaksanakan mekanisme Pelayanan prioritas bagi penyandang disabilitas pada PTSP antara lain mendahulukan pemberian layanan bagi penyandang disabilitas dengan mengecualikan antrian;
  2. Dalam hal penyandang disabilitas menggunakan layanan di PTSP tanpa disertai pendamping, Pengadilan dengan persetujuan penyandang disabilitas dapat menyediakan pendamping sesuai kebutuhan;
  3. Petugas PTSP Meja Hukum dilengkapi dengan formulir penilaian personal bagi penyandang disabilitas
  4. Petugas PTSP Meja Hukum wajib memberikan penjelasan dan membantu dalam proses pengisian formulir penilaian personal yang selanjutnya diserhakan ke Panitera untuk dikomunikasikan ke Sekretaris terkait kebutuhan penyandang disabilitas
  5. Dalam melaksanakan penilaian personal, jika dibutuhkan penilaian lebih lanjut maka Sekretaris pengadilan dapat meminta saran dari tim yang terdiri dari dokter/psikolog yang telah bekerja sama dengan pengadilan

 

SK Dirjen Badilum tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas
   
 
        -   SK DIRJEN BADILUM NO. 1692/DJU/SK/PS.00/12/2020.pdf 
         -   Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas.pdf    
   

Prosedur Lainnya

on .

 

EKSEKUSI GROSSE AKTA

Menurut pasal 1224 HIR/pasal 258 R.Bg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hu­tang dan grosse akta hipotik.

Yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur.

Oleh karena salinan pertama dari akta penga kuan hutang yang dibuat oleh Notaris mempu nyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini sengaja diberi kepala/irah-irah yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala/irah-irah.

Aslinya, yang disebut minit, yang akan disimpan oleh Notaris dalam arsip, juga tidak memakai kepala/irah-irah.

Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh Notaris diserahkan kepada kreditur, untuk, apabila dikemudian hari diperlukan, langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Orang yang mengaku berhutang, yaitu debitur, diberi juga salinan dari akta pengakuan hutang itu, tetapi salinan yang diserahkan kepada debi tur tidak memakai kepala "Demi Keadilan Berda sarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Grosse Akta Pengakuan Hutang dapat digunakan khusus untuk kredit Bank berupa Fixed Loan. Jadi untuk Fixed Loan, Notaris dapat membuat  akta pengakuan hutang dan melalui grossenya yang berirah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, yaitu bank. Bank dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Eksekusi berdasarkan Grosse akta pengakuan hutang mengenai Fixed Loan ini, hanya bisa dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah hutangnya itu.

Apabila debitur membantah jumlah hutang tersebut, dan besarnya hutang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan dan kre ditur, yaitu bank harus mengajukan tagihannya melalui suatu gugatan. Dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, putusan dapat dijatuhkan dengan serta merta.

Menurut pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang, (geldschieters ordonantie, S.1938-523), Notaris dilarang untuk membuat akta pengakuan hutang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjan jian hutang-piutang dengan seorang pelepas uang. Pasal 224 HIR, pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini.

Yang dimaksud dengan grosse akta pengakuan hutang yang diatur dalam pasal 224 HIR, pasal 258 RBG, sebenarnya adalah sebuah akta yang dibuat oleh notaris antara orang biasa/Badan Hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan. Bisa ditambahkan, dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan.

Jadi yang dimaksud jumlahnya sudah pasti dalam akta pengakuan hutang itu, bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan lain, apalagi yang berbentuk perjanjian.

Dalam praktek banyak terjadi penyalahgunaan Perjanjian kredit bank rekening koran dengan plafond kredit, perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali, yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang, sudah tentu tidak bisa dieksekusi langsung.

Grosse akta pengakuan hutang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, dalam hal debitur melakukan ingkar janji, dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Ketua Pengadilan akan segera memerintahkan Jurusita untuk memanggil debitur untuk ditegur.

Eksekusi selanjutnya akan dilaksanakan seperti eksekusi atas putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

EKSEKUSI JAMINAN HIPOTIK

Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 menyatakan:

Salinan dari Akta yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala Kantor Pendaf taran Tanah, dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan di berikan kepada kreditur yang berhak.\

Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, mempunyai fungsi sebagai grosse akta hipotik dan crediet verband, serta mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan tentang credietverband (S. 1908-542).

Pasal 14 (3) Undang-undang Rumah Susun, yaitu Undang-undang No. 16 Tahun 1985, menyebut kan :

Sebagai tanda bukti adanya hipotik, diterbitkan sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 14 (5) menegaskan: Sertifikat hipotik sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial dan dapat dilaksanakan seperti Putusan Penga dilan Negeri.

Sertifikat hipotik merupakan tanda bukti adanya hipotik dan dibagian depannya, yaitu diatas sampulnya, memakai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kadang-kadang irah-irah itu juga tercantum diatas akta pembebanan hipotik yang dibu at oleh PPAT. lni adalah salah dan berkelebihan, karena akta pernbebanan itu saja, tidak cukup untuk minta eksekusi.

Akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT, seringkali dibuat berdasarkan surat kuasa (untuk mernasang hipotik). Surat kuasa ini harus otentik (pasal 1171 BW), dan pada umumnya dibuat oleh Notaris.

Dengan demikian akta pernbebanan hipotik yang dibuat oleh seorang kuasa, harus dilakukan berdasarkan surat kuasa yang otentik. Apabila dibuat oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang dituangkan dalam akta dibawah tangan sebagai tidak rnemenuhi syarat subyektif, dan hipotiknya dapat dimohonkan pembatalannya berdasarkan pasal 1154 BW.

Eksekusi hipotik dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukurn yang tetap.

Eksekusi dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik.

Perjanjian hutang-piutang yang menyebab kan adanya hipotik bisa dituangkan dalam akta dibawah tangan, tertera diatas kwitansi, bahkan bisa terjadi secara lisan. Jadi tidak usah ada grosse aktanya.

Eksekusi cukup dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik. (perhatikan pasal 7 Pera turan Menteri Agraria No. 15 tabuh 1961), Eksekusi selain dapat dilakukan sendiri juga dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi atas perintah dan di bawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri dari wilayah hukum, dimana tanah yang dihipotikkan itu terletak.

Eksekusi dimulai dengan teguran dan ber akhir dengan pelelangan tanah yang dibe bani dengan hipotik.

Pasal 200 (6) HIR menyatakan: Penjualan (le lang) benda tetap dilakukan setelah penjualan (lelang) diumumkan menurut kebiasaan setem pat. Penjualan (lelang) tidak boleh dilakukan sebelum hari kedelapan setelah barang-barang itu disita.

Dengan telah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dihipotikkan dan diserahkan uang hasil lelang kepada kreditur, selesailah sudah tagihan kreditur dan hipotik-hipotik yang mem bebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang.

Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 (11) HIR.

Hal ini adalah berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan pasal 1178 (2) BW, dan pasal 6 UU No.4/1997 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hipotik pertama. Janji ini hanya berlaku untuk pemegang hipotik pertama saja. Apabila pemegang hipotik perta ma telah pula membuat janji untuk tidak dibersihkan, (pasal 1210 BW dan pasal 11 (2) UU Hak Tanggungan), maka apabila ada hipotik- hipotik lain-lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hipotik yang membe bani tanah yang bersangkutan, maka hipotik-hipotik yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dari pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hipotik yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.

Untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (ke cuali penjualan lelang ini dilaksanakan berdasar kan pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan) selalu baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain. Sebab lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negeri, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.

Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (pasal 200 (7) HIR, pasal 217 Rbg).

EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ATAU PERWASITAN

Ketentuan yang mengatur Arbritrase atau Per wasitan adalah pasal 615 s/d pasal 651 R.V.

Putusan Arbitrase domestik, yang terdiri dari putusan Arbitrase ad hoc dan putusan Arbitrase Institusional (seperti putusan Arbitrase dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia-BANI) yang berke kuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan se cara sukarela, dapat dimohonkan eksekusi ke pada Ketua Pengadilan Negeri dimana putusan Arbitrase itu telah dijatuhkan (pasal 637 RV).

Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 634 RV dan seterusnya.

Putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatan hukum tetap, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990, tertanggal l Maret 1990.

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Negeri yang diterima baik oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima baik oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi, dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi.

Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:

putusan declaratoir

putusan constitutief

putusan condemnatoir.

Putusan declaratoir, yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja, tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapus kan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan.

Yang perlu dilaksanakan adalah putusan condemnatoir, yaitu putusan yang berisi penghukuman. Pihak yang kalah dihukum untuk mela­kukan sesuatu.

Putusan untuk melakukan suatu perbuatan, apa bila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (pasal 225 HIR, pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksana kan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang.

Putusan untuk membayar sejumlah uang, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (pasal 200 HIR, pasal 214 s/d pasal 224 RBg).

Putusan mana dengan tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, dengan disak sikan oleh pejabat setempat, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.

Eksekusi hendaknya dilaksanakan dengan tuntas. Apabila setelah dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oleh pemohon eksekusi, kemudian diambil kembali oleh tereksekusi, maka eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya.

Jalan yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan tentang hal tersebut diatas itu, kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan un tuk memperoleh kembali barang (tanah/ tanah dan rumah tersebut).

Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan penyerobotan, apabila diminta dalam petitum, bisa diberikan dengan serta-merta, atas dasar hak milik yang diserobot.

PENANGGUHAN EKSEKUSI

Eksekusi hanya bisa ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, yang memimpin eksekusi. Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Penga­dilan Negeri berhalangan, Wakil Ketua Pe ngadilan Negeri dapat memerintahkan, agar ek sekusi ditunda.

Dalam rangka pengawasan atas jalannya peradilan yang baik, Ketua Pengadilan Tinggi selaku voorpost dari Mahkamah Agung, dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau di teruskan. Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda.

Wewenang untuk menangguhkan eksekusi atau agar eksekusi diteruskan, pada puncak tertinggi, ada pada Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, wewe nang yang sama ada pada Wakil Ketua Mahka mah Agung.

Kepercayaan masyarakat dan wibawa Pengadilan bertambah, apabila eksekusi berjalan mulus, tanpa rintangan.Agar eksekusi berjalan mulus dan lancar, kerja sarna yang baik antar instansi terkait didaerah, perlu terus menerus dibina dan ditingkatkan.

Error: Only up to 6 modules are supported in this layout. If you need more add your own layout.